Pernah nggak sih, kamu nonton film tentang time travel, terus kepikiran, “Apa benar kita bisa jalan-jalan ke masa lalu atau masa depan?” Kayaknya seru banget ya kalau kita bisa balik ke masa sekolah buat memperbaiki nilai ujian, atau loncat ke masa depan buat lihat teknologi keren yang bakal ada. Tapi, apakah perjalanan waktu itu cuma khayalan, atau sains punya jawabannya?
Time travel adalah konsep yang bikin penasaran banyak orang, dari ilmuwan, penulis, sampai sineas Hollywood. Siapa yang nggak tertarik sama ide melompati waktu? Apalagi, berbagai film seperti Back to the Future atau Avengers: Endgame sukses banget bikin kita bermimpi soal mesin waktu. Tapi, di balik cerita fiksi, apakah ada dasar ilmiah untuk perjalanan waktu?
Baca juga : Sekte 3 : Novel tentang “Penjelajah Waktu”
Kita mulai dari sains, deh. Albert Einstein, ilmuwan yang wajahnya sering muncul di meme-meme pintar, pernah memperkenalkan teori relativitas. Menurut Einstein, waktu itu nggak absolut alias nggak sama buat semua orang. Kalau kamu bergerak sangat cepat, mendekati kecepatan cahaya, waktu buatmu akan berjalan lebih lambat dibanding orang lain yang diam. Fenomena ini dikenal sebagai time dilation.
Jadi, secara teori, perjalanan ke masa depan itu mungkin. Contohnya, kalau kamu naik pesawat luar angkasa yang super cepat, waktu di kapal akan berjalan lebih lambat dibanding di Bumi. Ketika kamu kembali, kamu mungkin sudah tua, tapi orang-orang di Bumi sudah hidup jauh lebih lama. Seru sekaligus agak creepy, ya?
Nah, kalau soal ke masa lalu, ini cerita yang lebih rumit. Fisika modern belum sepenuhnya mendukung ide bahwa kita bisa balik ke masa lalu. Beberapa teori kuantum menyebutkan adanya “wormhole,” alias terowongan ruang-waktu, yang mungkin memungkinkan kita melintasi waktu. Tapi, wormhole ini masih sebatas teori. Belum ada yang berhasil membuktikan atau membuatnya secara nyata.
Selain teori, ada juga paradoks yang bikin perjalanan waktu ke masa lalu semakin ribet. Salah satu contohnya adalah Grandfather Paradox. Bayangin, kalau kamu kembali ke masa lalu dan nggak sengaja mencegah kakekmu bertemu nenekmu, apakah kamu masih akan lahir? Kalau nggak, gimana kamu bisa ada di masa lalu buat mencegah mereka bertemu? Otak langsung pusing, kan?
Film-film sering banget main-main sama paradoks waktu ini. Di Avengers: Endgame, mereka punya teori bahwa kalau kamu ke masa lalu, itu nggak akan mengubah masa depanmu, karena masa lalu sekarang jadi masa depan dari garis waktu baru. Ribet banget? Iya. Tapi tetap seru buat dipikirin.
Sebagian ilmuwan percaya bahwa perjalanan waktu ke masa lalu mungkin mustahil karena hukum fisika nggak mengizinkannya. Salah satu alasannya adalah entropi. Menurut hukum termodinamika kedua, alam semesta cenderung menuju kekacauan yang lebih besar, bukan sebaliknya. Jadi, “mengembalikan waktu” ke keadaan sebelumnya itu bertentangan sama sifat dasar alam semesta. Tapi jangan kecewa dulu. Sains itu dinamis, dan siapa tahu di masa depan ada terobosan yang membuka pintu ke masa lalu. Buktinya, banyak teknologi yang dulu dianggap mustahil, seperti pesawat terbang atau internet, sekarang jadi hal biasa.
Menariknya, ada juga laporan aneh tentang orang yang mengaku mengalami perjalanan waktu. Salah satunya adalah kasus Time Slip. Beberapa orang mengklaim bahwa mereka tiba-tiba berada di masa lalu atau masa depan selama beberapa saat. Walau nggak ada bukti kuat, cerita-cerita ini tetap bikin bulu kuduk berdiri. Di sisi lain, ada teori yang menyebutkan bahwa perjalanan waktu mungkin terjadi di dimensi paralel. Dalam teori ini, setiap keputusan yang kita buat menciptakan semesta baru. Jadi, kalau kamu kembali ke masa lalu, kamu sebenarnya masuk ke semesta yang berbeda, bukan mengubah masa lalu di semesta asalmu.
Nah, dari sini kita belajar bahwa time travel itu nggak cuma soal fisika, tapi juga soal filsafat dan cara kita memahami realitas. Apa waktu itu benar-benar nyata, atau cuma konstruksi pikiran kita? Kalau waktu bisa dilihat sebagai sesuatu yang fleksibel, maka konsep time travel jadi lebih masuk akal. Selain itu, perjalanan waktu juga membuka diskusi tentang etika. Kalau bisa ke masa lalu, apa kamu akan mengubah sejarah? Misalnya, mencegah perang besar atau menyelamatkan tokoh penting. Tapi, perubahan kecil pun bisa punya dampak besar yang nggak kita duga.
Contoh lain, bayangin kalau teknologi time travel cuma bisa diakses oleh segelintir orang kaya atau perusahaan besar. Apa dampaknya bagi masyarakat? Jangan-jangan, time travel malah bikin kesenjangan semakin lebar. Walaupun time travel masih jadi misteri, mempelajarinya bikin kita semakin menghargai keindahan alam semesta. Waktu adalah sesuatu yang kita jalani setiap hari, tapi sebenarnya dia masih penuh teka-teki yang belum terpecahkan.
Mungkin itulah kenapa time travel sering muncul di fiksi. Ia menggabungkan rasa ingin tahu, imajinasi, dan harapan. Kita nggak tahu apakah manusia akan benar-benar bisa melintasi waktu, tapi mimpi itu sendiri adalah hal yang berharga. Lalu, apa langkah selanjutnya? Ilmuwan akan terus menggali teori-teori tentang waktu, ruang, dan gravitasi. Kita sebagai penikmat sains dan fiksi, bisa terus mengikuti perkembangan ini sambil bermimpi. Buat kamu yang penasaran, nggak ada salahnya membaca lebih banyak soal teori relativitas, lubang hitam, atau multiverse. Siapa tahu, pemahamanmu soal waktu akan berubah setelah itu.
Akhirnya, time travel mungkin tetap jadi rahasia alam semesta yang nggak akan sepenuhnya terungkap. Tapi itu bukan berarti kita harus berhenti bertanya. Justru, pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendorong manusia untuk terus maju. Jadi, time travel itu rahasia alam semesta atau sekadar khayalan? Jawabannya mungkin ada di masa depan. Tapi, seperti kata pepatah, perjalanan lebih penting daripada tujuan. Dalam hal ini, perjalanan memahami waktu adalah petualangan yang nggak akan pernah membosankan.