PKBM INSAN DESA

Kecamatan Cibugel Kabupaten Sumedang

Font ResizerAa
  • HomeHome
  • Profil
  • Visi dan Misi
  • Aplikasi Kita
  • Artikel
  • Komunitas
  • Video
  • Foto
  • PPDB
  • Link
Reading: Awal yang Bergelora: Cerita Dinamika Pemerintahan Pertama Republik Indonesia
Share

PKBM INSAN DESA

Kecamatan Cibugel Kabupaten Sumedang

Font ResizerAa
  • HomeHome
  • Profil
  • Visi dan Misi
  • Aplikasi Kita
  • Artikel
  • Komunitas
  • Video
  • Foto
  • PPDB
  • Link
Search
  • HomeHome
  • Profil
  • Visi dan Misi
  • Aplikasi Kita
  • Artikel
  • Komunitas
  • Video
  • Foto
  • PPDB
  • Link
Follow US
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
PKBM INSAN DESA > ARTIKEL > Awal yang Bergelora: Cerita Dinamika Pemerintahan Pertama Republik Indonesia
ARTIKELKELAS 11SEJARAH PAKET C OKSJI PAKET C OK

Awal yang Bergelora: Cerita Dinamika Pemerintahan Pertama Republik Indonesia

admin
Last updated: Mei 1, 2025 7:27 pm
admin 2 minggu ago
Share
SHARE

Bayangkan suasana pagi 17 Agustus 1945. Udara Jakarta dipenuhi semangat, suara-suara penuh harap bergema dari rumah ke rumah. Di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, dua tokoh bangsa berdiri dengan mantap, lalu membacakan satu kalimat yang mengguncang dunia: “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.”

Contents
PPKI: Tim Super yang Menyusun Kerangka NegaraLapangan Ikada: Saat Rakyat Bertemu PemerintahSuara dari Daerah: Dukungan dari Kesultanan-KesultananPenutup: Langkah Awal yang Menentukan📚 Referensi:

Namun, kemerdekaan bukanlah garis akhir. Ia justru awal dari sebuah perjalanan panjang bernama negara. Setelah proklamasi, Indonesia seperti bayi yang baru lahir. Tangisnya sudah terdengar, tapi ia masih rapuh, belum bisa berdiri sendiri. Maka dimulailah babak penting berikutnya: membentuk pemerintahan.

PPKI: Tim Super yang Menyusun Kerangka Negara

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang sebelumnya mematangkan proklamasi, kini mengambil alih tugas mulia: menyiapkan pondasi pemerintahan. Mereka bergerak cepat, bahkan keesokan harinya, pada 18 Agustus 1945, mereka langsung menggelar sidang pertama.

Sidang itu menghasilkan keputusan monumental: Undang-Undang Dasar 1945 resmi disahkan sebagai konstitusi negara. Ir. Soekarno ditetapkan sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden. Indonesia pun resmi menganut sistem pemerintahan presidensial. Sebagai pendamping kerja presiden, dibentuklah Komite Nasional yang bertugas menjadi mitra dalam menjalankan roda negara.

Namun pekerjaan belum selesai. Dua hari setelahnya, 19 Agustus, sidang kedua kembali digelar. Kali ini, PPKI menetapkan susunan awal kabinet yang terdiri dari 12 kementerian dan 4 menteri negara. Bukan hanya itu, wilayah Indonesia dibagi menjadi delapan provinsi agar pengelolaan pemerintahan lebih efektif.

Lalu pada 22 Agustus, sidang ketiga berlangsung. Di situ, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) resmi dibentuk sebagai penasihat presiden. Tak kalah penting, Partai Nasional Indonesia (PNI) dideklarasikan sebagai kendaraan politik untuk menegakkan kedaulatan rakyat. Dan satu keputusan yang sangat strategis: pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR), cikal bakal Tentara Nasional Indonesia, yang kelak akan mengawal negeri ini dari berbagai ancaman.

Lapangan Ikada: Saat Rakyat Bertemu Pemerintah

Meski fondasi pemerintahan sudah mulai terbentuk, tantangan belum reda. Dunia belum sepenuhnya percaya bahwa Indonesia telah merdeka. Jepang, meski kalah perang, masih ingin menyerahkan Indonesia kepada Sekutu. Kekhawatiran dan amarah pun meluap di dada rakyat.

Pada 19 September 1945, Lapangan Ikada di Jakarta menjadi saksi rapat akbar yang dihadiri ribuan rakyat dari segala penjuru. Mereka datang dengan satu tujuan: menunjukkan bahwa bangsa ini siap mempertahankan kemerdekaan.

Di tengah lautan manusia itu, Soekarno berdiri di atas podium. Suaranya tenang namun tegas, menyampaikan pesan mendalam:

  • Bahwa Indonesia sudah merdeka, dan akan mempertahankannya sampai titik darah penghabisan.

  • Bahwa pemerintah butuh dukungan dan kepercayaan rakyat.

  • Bahwa perjuangan harus dijalani dengan tertib, tanpa pertumpahan darah.

Luar biasanya, massa bubar dengan tenang. Tak ada kekacauan. Itulah momen di mana pemerintah dan rakyat bertemu langsung dalam satu ikatan: kepercayaan. Di sanalah wibawa Republik Indonesia benar-benar terbentuk.

Suara dari Daerah: Dukungan dari Kesultanan-Kesultanan

Proklamasi tak hanya menggugah rakyat di Jakarta, tapi juga menggema hingga ke pelosok Nusantara. Beberapa kerajaan dan kesultanan yang masih eksis kala itu, tak tinggal diam. Mereka sadar bahwa sejarah tengah berputar dan mereka ingin menjadi bagian darinya.

Kesultanan Yogyakarta adalah yang pertama mengikrarkan dukungannya pada 5 September 1945. Sang Sultan, Hamengkubuwono IX, menyatakan kesediaannya untuk bergabung dengan Republik dan memimpin daerahnya dalam bingkai NKRI.

Tak lama kemudian, Kasunanan dan Mangkunegaran di Surakarta menyusul. Di Sumatra, Kesultanan Siak pun mengulurkan tangan, bersatu dalam semangat kemerdekaan. Ini bukan sekadar simbol. Dukungan mereka memperkuat legitimasi pemerintah pusat, dan membuat Indonesia tampil semakin kokoh di mata dunia.

Penutup: Langkah Awal yang Menentukan

Membangun negara dari nol bukan perkara mudah. Bayangkan saja, tidak ada pengalaman, tidak ada panduan, dan ancaman datang dari segala arah. Tapi para pendiri bangsa kita melakukannya—dengan keberanian, kecerdasan, dan semangat gotong royong.

Pemerintahan pertama Republik Indonesia bukan sekadar barisan menteri dan presiden. Ia adalah simbol harapan jutaan rakyat yang baru saja keluar dari penjajahan. Ia adalah perwujudan tekad bahwa Indonesia bukan hanya merdeka, tapi juga mampu berdiri di atas kakinya sendiri.

Dan kini, kita adalah pewarisnya. Sudahkah kita menjaga warisan itu dengan baik?

📚 Referensi:

  • Ricklefs, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

  • Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2021). Buku Sejarah Indonesia SMA Kelas XI.

  • Notosusanto, Nugroho & Marwati Djoened Poesponegoro. (1990). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.

Share This Article
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Telegram
What do you think?
Love0
Sad0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0
Previous Article Kisah Awal Perjalanan Manusia: Dari Batu ke Logam
Next Article Dari Kotak Suara Pertama: Kisah Kabinet Burhanuddin Harahap dan Pemilu Perdana RI
Leave a comment Leave a comment

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lainnya

Gapura Panca Waluya, Gagasan Pendidikan Berkarakter Ala Jawa Barat
ARTIKEL
Sosiologi: Ilmu yang Lahir dari Gejolak Sosial
ARTIKEL KELAS 10 SOSIOLOGI PAKET C OK
Dari Kotak Suara Pertama: Kisah Kabinet Burhanuddin Harahap dan Pemilu Perdana RI
ARTIKEL KELAS 12 SEJARAH PAKET C OK SJI PAKET C OK
Kisah Awal Perjalanan Manusia: Dari Batu ke Logam
ARTIKEL KELAS 10 SEJARAH PAKET C OK
Pendidikan Non-Formal: Pengertian, Manfaat, dan Contoh Programnya
ARTIKEL

Kemendikdasmen

Tweets by Kemdikdasmen
Follow US
Copyright © PKBM INSAN DESA. All Rights Reserved.
  • Home
  • Profil
  • Program
  • Kurikulum
  • Artikel
  • Ruang Belajar
  • Ruang Ngaji
  • Perpustakaan
  • Video
  • Photo
  • Pengumuman
  • Contact
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?