Penulis : Anis Sholeh Ba’asyin
Musuh terbesar manusia adalah dirinya sendiri. Tak ada musuh dari luar, apapun bentuknya, yang mampu merusak diri seseorang melebihi dirinya sendiri. Bahkan, dari sudut pandang tertentu, hampir bisa dikatakan musuh dari luar itu tak pernah ada secara nyata. Iblis sekalipun, tak punya daya rusak terhadap manusia, kecuali dengan memanfaatkan fakultas-fakultas nafsu yang dimiliki manusia itu sendiri.
Dan penyakit manusia yang pertama, yang paling berbahaya dan merupakan sumber segala penyakit, adalah kegemarannya untuk berbohong pada diri sendiri. Masalahnya, kebanyakan manusia tidak menyadarinya sebagai kebohongan; bahkan sebaliknya, mereka justru secara sistematis sibuk mengembangkan imajinasi dan argumen untuk secara artifisial melembagakan kebohongan-kebohongan ini sebagai kebenaran; dan celakanya, lantas meyakininya.
Betapa banyak orang yang merasa yakin bahwa dia sedang membangun padahal kenyataannya menghancurkan. Merasa memperbaiki padahal merusak. Merasa memberi padahal mencuri. Merasa mengobati padahal meracuni. Merasa menyelamatkan padahal menjerumuskan. Merasa memperjuangkan, padahal memanipulasi. Dan seterusnya.
Kecuali dirinya sendiri, pada dasarnya memang tak pernah ada sesuatupun yang bisa menghalangi manusia untuk memandang wujud kebenaran. Ibarat orang yang mengurung diri dalam tembok yang rapat, dan kemudian membohongi dirinya sendiri bahwa matahari tak pernah ada. Manusia memenjarakan dirinya dalam kapsul-kapsul; bukan untuk menutupi wujud kebenaran tapi menutupi dirinya sendiri dari wujud kebenaran. Wujud kebenaran, yang merupakan penampakan wajah ilahi, begitu nyata dan telanjang; mustahil ada sesuatupun yang bisa menutupi.
Di sisi lain, wujud kebenaran ini bukan hanya menggejala sebagai wajah di luar diri, tapi juga merupakan wajah di dalam diri. Sehingga, dengan bersembunyi di dalam kapsul penjara ciptaannya, manusia tidak saja melarikan diri dari wujud kebenaran di luar dirinya, tapi sekaligus justru sedang melarikan diri dari wujud kebenaran di dalam dirinya sendiri. Akhirnya ia hanya hidup dalam kenyataan semu.
Inilah penjara pertama yang dibangun manusia, penjara yang mengurung dan mencegah mereka bersentuhan dengan wujud kebenaran. Dan, penjara semacam inilah yang oleh peradaban modern justru dipelihara, dikembangkan dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk meneguhkan kepentingan-kepentingannya sendiri.