Sebagai peraih penghargaan bergengsi Naguib Mahfouz Medal for Literature, karya yang tajam sekaligus mengharukan ini merupakan sumbangan tak terkira mengenai aspek manusiawi kepahitan nasib orang Palestina. Setelah dilarang pulang ke tanah airnya pasca Perang Enam Hari tahun 1967, penyair Mourid Barghouti menghabiskan tiga puluh tahun masa hidupnya dalam pembuangan mengembara ke kota-kota dunia, tanpa merasakan kedamaian di kota manapun; tercerai dari keluarga bertahun-tahun; tak pernah bisa memastikan apakah dia seorang pelancong, pengungsi, warga, atau seorang tamu. Ketika berhasil pulang keIsrael,
Barghouti menyeberangi sebuah jembatan kayu dikota masa kanak-kanak dan remaja yang tak bisa dikenalinya lagi. Menyaring untaian memori tentang Palestina masa lampau, yang muncul di hadapan apa yang kini ditemuinya semata-mata “gagasan tentang Palestina,” Mourid menemukan makna ketercerabutan yang tidak saja dariair tetapi juga dari “sekadar tempat untuk hidup dan status sebagai pribadi.” Dengan perpaduan daya memori dan perenungan, peratapan dan keriangan, I SAW RAMALLAH menjadi sebuah karya yang sangat manusiawi, karya yang bernas untuk memahami Timur Tengah saat ini. Palestina untuk pertama kalinya sejak pendudukan atas Sungai Yordania menuju Ramallah, sebuah tanah.
Detail Buku:
Judul: I Saw Ramallah
Penulis: Mourid Bargouti
Alih Bahasa: Ahdaf Soueif
Penerbit: Alvabet, 2013
ISBN: 979-3064-22-6
Bahasa: Indonesia
Jumlah halaman: 268 halaman